Kurawa yang Demokratis

•29/01/2012 • Leave a Comment

Akhir pekan ini saya mendapatkan kesempatan untuk meneruskan menonton serial Mahabharata yang pernah saya gandrungi waktu zaman TPI dulu. Saya beruntung dapat mendapatkannya dari mahasiswa yang bekerja di Puskom. Sebenarnya saya berniat menyelesaikannya waktu libur Natal kemarin tapi tidak berhasil karena jumlah serinya yang hampir mencapai seratus.

Kesan kuat yang saya dapatkan sampai saat ini adalah Kurawa itu lebih demokratis dari Pandawa dalam beberapa segi. Kurawa tidak mempermasalahkan latar belakang Karna sebagai anak kusir. Kurawa juga pro penyandang cacat seperti dalam kasus Sangkuni. Sekutu Kurawa rata-rata memang orang/makhluk pinggiran. Kalau tidak buruk rupa ya dianggap urakan. Sebaliknya Pandawa selalu mendapatkan bantuan yang seringkali curang dari para dewa-dewi nan suci. Mungkin jumlah Kurawa yang banyak semakin memperkuat kesan demokratis ini. Bandingkan dengan Pandawa yang cuma lima dan terkesan elitis 🙂 .

Memilih Bidang

•23/05/2011 • Leave a Comment

Memilih bidang yang ingin kita tekuni sesulit menemukan tujuan hidup. Bahkan bisa dikatakan keduanya sama; atau paling tidak satu adalah prasyarat sebelum lainnya. Kebingungan ini lebih membingungkan bagi orang-orang yang suka banyak hal, seperti saya. Saya menyukai Sastra, Sejarah, Manajemen, Kepemimpinan, dan masih banyak lainnya. Adalah sulit bagi saya untuk memilih mana yang paling saya suka di antara yang saya suka itu. Kebingungan saya, kata teman saya yang suka menghibur, adalah kebingungan orang multi talenta. Mungkin dia sebenarnya sungkan untuk mengatakan saya tidak fokus. Hahaha.

Di satu sisi, saya merasa tidak ada salahnya dengan memiliki banyak minat. Zaman dahulu kala ini bahkan menjadi semacam ideal: the Rennaisance Man. Contoh terbaiknya adalah Leonardo Da Vinci, yang mungkin akan nyambung ketika kita ajak ngobrol soal apa saja. Spesialisasi hanya menjadikan kita sebuah sekrup saja karena tidak memberi saya perspektif yang lebih luas bagaimana sebuah sistem berjalan. Di lain sisi, saya harus mengakui kebenaran zaman ini, bahwa setiap orang perlu memiliki spesialisasi. Karena harus membagi waktu dan energi ke banyak bidang, saya merasa cuma menjadi mediocre di setiap bidang itu. Akibatnya saya sendiri merasa bersalah karena tidak pernah bisa berbuat secara optimal. Orang lain yang menggunakan jasa saya mungkin juga merugi karena merasa tidak mendapat yang optimal.     

Pada tahap awal kita seolah-olah bisa dengan cukup mudah menyelesaikan masalah ini. Misalnya: kita bisa tetap memiliki minat ke banyak bidang tapi pilih lah salah satunya sebagai spesialisasi. Beres, kan? Sayangnya tidak karena pertanyaannya tetap sama: bidang yang mana yang saya pilih sebagai spesialisasi. Semua rasanya sama-sama menarik buat saya. Saya berfikir penyelesaian dari ini adalah bukan dengan memilih karena ini akan jadi lingkaran setan. Solusinya adalah integrasi. Kita perlu mencari bidang yang dapat (sebanyak mungkin) mengintegrasikan bidang-bidang yang kita sukai itu.

Dengan cara ini, saya merasa saya menemukan bidang yang akan saya tekuni. Pada hari Sabtu lalu saya tercangkul ke sebuah laman tentang sebuah bidang … Leadership in Literature. Saya betul-betul baru tahu tentang keberadaan bidang ini. Ini rasanya seperti momen Eureka. Dari namanya saja ini sudah mengintegrasikan dua bidang yang saya suka, yaitu Sastra dan Kepemimpinan. Selanjutnya, minat saya terhadap Manajemen bisa diintegrasikan ke dalam Kepemimpinan sementara Sejarah bisa bergabung ke kedua bidang tersebut.

Perjalanan tentu saja masih panjang. Tapi paling tidak saya tahu harus ke mana dan tidak berputar-putar saja.

Kata-Kata Bijak untuk Status FB

•21/05/2011 • 1 Comment

Gara-gara Facebook, saya suka memikirkan hal-hal yang bijak. Betapa tidak, hampir tiap menit saya dibombardir untaian kata-kata mutiara baik yang orisinil atau yang kawan-kawan saya kutip dari orang-orang hebat. Saya tidak tahu apakah mereka tengah berharap mendidik orang lain atau tengah mendidik dirinya sendiri. Kalau saya sendiri, rasanya lebih yang kedua. Saat berbagi kata-kata bijak, seringkali saya tengah menguatkan diri sendiri dan tidak sedang berharap mencerahkan orang lain. Pertanyaannya adalah: jika itu untuk diri saya sendiri, kenapa saya merasa perlu untuk membaginya di Facebook (FB)?

Orang yang sinis akan mengatakan bahwa kita sebenarnya berharap kawan-kawan kita menganggap itu hasil buah pikir kita. Supaya kita dianggap pintar atau bijak. Mungkin saja itu benar. Tapi saya yakin ada juga orang yang tidak berharap seperti itu. Ada orang yang tahu betul bahwa kawan-kawannya pasti tahu itu bukan kata-katanya sendiri. Ada orang yang bahkan selalu mengindahkan kaidah pengutipan dengan memberikan tanda kutip, menyebut penulisnya, nama bukunya, dan seterusnya. Jadi apa?

Ini memang tidak mudah untuk dijawab. Mungkin harus melibatkan psikoanalisa atau teori-teori gawat lainnya untuk mendapatkan jawaban yang tepat. Yang bisa saya sampaikan di sini mungkin hanya dugaan-dugaan. Ini pun berdasarkan perasaan saya yang konon gampang berubah.

Dugaan saya yang pertama adalah, dengan menuliskan kembali kata-kata bijak yang kita dapat, kita dapat mengingat dan memahami dengan lebih jelas kata-kata tersebut. Jadi ini semacam ‘strategi pembelajaran’ saja. Saya, misalnya, merasa lebih mudah mengingat dan memahami sesuatu dengan menulisnya kembali.  Mungkin karena menulis tidak hanya melibatkan syaraf sensorik kita tapi juga motorik. Kata orang belajar akan lebih sip jika kedua syaraf tersebut terlibat.

Mungkin ada yang bertanya, jika itu alasannya, kenapa tidak ditulis di media lain saja seperti buku harian, blog, atau lainnya. Saya kira jawabannya cukup sederhana: FB lama-kelamaan sudah menjadi one-stop media bagi kita. Mau mengunggah foto okay. Mau chat cukup okay. Mau email bisa. Mau kirim dokumen sekarang juga bisa. FB disadari atau tidak telah menjadi media yang paling dekat dan intim dengan kita. Akibatnya kita semakin enggan untuk mengakses media yang lain dalam keseharian kita.

Kedua, dengan membaginya di Facebook, kita berharap dapat mendapatkan dukungan atau sanggahan. Biasanya, sebijak apapun kata-kata mutiara itu, kita belum yakin seratus persen pada saat kita membaginya. Kita berharap kawan-kawan kita akan membenarkannya, menyetujuinya, atau cuma sekedar memberikan contoh-contoh penerapannya. Sebaliknya, kita juga diam-diam berharap ada yang menguji kata-kata bijak tersebut. Kita berharap ada yang menyanggah atau paling tidak mendiskusikannya. Dengan demikian kita jadi tahu apa yang tengah kita pelajari dan akan terapkan ini memang benar atau salah.

Ketiga, apa ya? Bagaimana menurut Anda?

Pengamal Jurus Mabuk

•09/05/2011 • Leave a Comment

Kalau saya lihat kembali hidup saya 1,5 tahun terakhir, tanpa saya sadari sebelumnya, saya mungkin tengah mengamalkan Jurus Mabuk. Nah lo? Bukan, bukan seperti itu. Sampai saat ini saya bersyukur saya belum menjadi alcoholic meskipun sudah lama memegang kartu anggota coffeholic. Yang saya maksud dengan Jurus Mabuk di sini tidak bisa dimaknai dalam tataran praksis dan harus diresapi secara filosofis (halah). Jika Anda pernah menyaksikan film Jackie Chan yang berjudul Drunken Master, Anda akan menemukan makna filosofis ini dari uraian papa si Jackie dalam sebuah adegan.

Menurut Tuan Wong, demikian nama beliau jika saya tidak salah ingat, kekuatan utama dari Jurus Mabuk sebenarnya terletak pada keadaan mabuk dan bukan pada kuda-kuda, tendangan, pukulan, apalagi anggur kolesom-nya. Dalam keadaan mabuk, anda tidak terlalu peduli dengan rasa sakit atau bahkan tidak merasa sakit sama sekali. Biarpun ratusan Ade Ray memukuli Anda dengan Gada Rujak Polo, Anda mungkin hanya merasa tengah menjalani fisioterapi di sebuah klinik kecantikan. Dalam keadaan mabuk, Anda juga menjadi lebih berani jika bukan tidak kenal takut. Anda tiba-tiba merasa berani menantang marinir satu pangkalan meskipun biasanya Anda sudah pipis dihardik dengan anak kemarin sore.

Anda juga tidak gampang merasa malu dan bahkan dalam banyak kasus bisa memalukan saat mabuk. Jika biasanya Anda sudah tersipu-sipu mendengar suara Anda sendiri, dalam keadaan mabuk Anda bisa menyanyi dan bergoyang dengan luwesnya bak biduan di tengah-tengah perempatan. Dalam keadaan mabuk, Anda bisa merasa bahagia tanpa memerlukan alasan yang kuat dan jelas. Anda bisa merasa demikian riang meskipun tebal tagihan Anda sudah melampaui tebal kamus Purwadarminta. Anda juga cenderung berani bertindak dulu dan tidak teralu berfikir panjang soal resiko. Mengikuti intuisi dulu dan baru memikirkan aturan-aturan secara komprehensif nanti saat sadar.

Jurus Mabuk mempunyai semacam tingkatan. Jika Anda seorang pemula, Anda mungkin membutuhkan anggur kolesom, arak, tuak, cukrik, dan sejenisnya, untuk membuat Anda mabuk dan mengeluarkan jurus legendaris ini. Jika anda sudah mencapai tingkatan mahir, anda sudah tidak memerlukan bantuan mereka dan dapat mencapai keadaan mabuk ini sesuai kehendak. Demikian juga dalam hal fungsi. Jika Anda seorang pemula, mungkin Anda hanya mengamalkannya di dunia adu jotos saja. Jika Anda mau masuk lebih dalam lagi, jurus ini sebenarnya dapat diterapkan dalam hampir semua bidang kehidupan. 

Tentu saja saya tidak mengatakan bahwa saya telah mencapai tingkatan fenomenal seperti dalam contoh-contoh di atas. Bisa dikatakan mabuk saya belum terlalu dalam. Masih bergelantungan di cakrawala kesadaran, begitu. Satu hal yang pasti saya bersyukur hari-hari ini saya merasa lebih tahan pukul, lebih berani, lebih tidak tahu malu, lebih riang, dan lebih bertindak. Dan semuanya itu tanpa campur tangan anggur Chateau Lafitte atau sampanye Dom Perignon (halah, lagi). Semoga saya semakin mabuk karena cinta kasih (halah!).

Rahasia Kebahagiaan Pria

•13/03/2011 • Leave a Comment

 

 

Pria memiliki kegelisahan bawaan tertentu. Kita selalu mencari petualangan baru, ingin merasakan kita maju dalam hidup, dan bertanya-tanya apakah mungkin rumput lebih hijau di tempat lain.

Sifat selalu mencari bisa menjadi hal yang baik jika itu disalurkan ke dalam pengejaran yang benar-benar mengarah pada kebahagiaan yang lebih besar dan kepuasan. Tapi pengejaran juga bisa membuat kita keluar jalur jika kita menghabiskan energi kita ke jalan yang benar-benar buntu.

Kebahagiaan Kita

Psikolog memiliki rumus yang mereka gunakan untuk “menghitung” kebahagiaan:

H = S + C + V

H = Happiness (Kebahagiaan)

S = Set Point (Titik Berangkat)

Mungkin 50% dari kebahagiaan dan kepuasan kita dalam hidup berasal dari faktor genetik. Beberapa orang lahir secara alamiah sebagai orang yang suka bersenda gurau dari yang lain, dan tidak ada yang bisa kita lakukan tentang hal itu. Ini adalah titik berangkat kebahagiaan kita. Tapi lebih tepat untuk menyebutnya sebagai “kisaran”. Kita bisa menggerakkan kebahagiaan kita ke kisaran atas potensi kebahagiaan kita atau kisaran lebih rendah. Apa yang menyebabkannya bergerak? Baca terus.

C = (Condition) Kondisi

Ada beberapa hal yang tidak dapat kita ubah (atau berbuat banyak untuk mengubah) tentang diri kita sendiri-etnis, gender, kesehatan, daya tarik, dll. Tapi kondisi ini tidak mempengaruhi kebahagiaan Anda sebanyak yang Anda bayangkan karena sesuatu yang disebut prinsip adaptasi. Pikiran kita sensitif terhadap perubahan dalam hidup kita, dan perubahan ini menyebabkan titik kebahagiaan kita untuk bergerak ke atas atau ke bawah. Tapi kita dengan cepat terbiasa dengan perubahan-perubahan dan titik kita segera kembali ke kisaran normal kita. Inilah sebabnya, meski luar biasa kedengarannya, pemenang undian dan mereka yang lumpuh dalam kecelakaan menemukan tingkat kebahagiaan mereka segera kembali ke tingkat sebelum kejatuhan mereka dalam waktu kurang dari setahun.

V = (Voluntary Condition) Kondisi Sukarela

Tidak seperti kondisi lain, kondisi sukarela adalah hal-hal yang Anda pilih-hubungan, pekerjaan, hobi, lokasi, dll. Hal ini dapat memiliki dampak yang lebih besar pada kebahagiaan Anda karena mereka kurang rentan terhadap prinsip adaptasi.

Jadi kunci untuk menemukan padang rumput yang benar-benar lebih hijau adalah untuk berkonsentrasi pada mengejar hal-hal yang benar-hal yang akan membuat Anda lebih bahagia-bukan pengeluaran energi Anda dalam mengejar fatamorgana kebahagiaan.

Di sinilah ekonomi kebahagiaan masuk. Sejumlah penelitian telah mengungkapkan faktor-faktor dalam kehidupan yang berkorelasi dengan kebahagiaan yang lebih besar. Perlu dicatat, hal-hal ini berkorelasi dengan kebahagiaan yang lebih besar, mereka tidak selalu menimbulkan kebahagiaan. Tapi saya selalu mengatakan setidaknya kita dapat mengetahui di mana orang-orang bahagia berkumpul. Di bawah ini kita akan memeriksa delapan bidang kehidupan manusia yang sering kita kaitkan dengan meningkatkan atau menurunkan kebahagiaan dan menganalisis apakah rumput benar-benar lebih hijau di padang rumput tersebut.

Uang

“Ketika tingkat kekayaan telah dua kali lipat atau tiga kali lipat dalam lima puluh tahun terakhir di banyak negara-negara industri, tingkat kebahagiaan dan kepuasan dengan kehidupan yang orang laporkan tidak berubah, dan depresi sebenarnya telah menjadi lebih umum.”-Hipotesis Kebahagiaan

Mungkin tak ada faktor kebahagiaan yang telah diperiksa dan menjadi bagian dari budaya populer selain daripada uang dan kekayaan. Ada orang yang mengatakan bahwa uang tidak membeli kebahagiaan, dan mereka yang kontra mengatakan bahwa kelompok pertama sama sekali tidak berbelanja di toko-toko yang tepat.

Jawaban apakah uang bisa membeli kebahagiaan adalah penting karena ini berpengaruh pada banyak keputusan yang kita hadapi dalam kehidupan. Haruskah kita mengejar hal yang mengarah ke karier yang lebih menguntungkan atau tetap dengan mempelajari apa yang kita sukai? Haruskah kita mengambil promosi yang menawarkan lebih banyak uang tetapi akan membuat kita lebih sedikit waktu dengan keluarga kita?

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa uang tidak membeli kebahagiaan …. sampai ke suatu titik. Sejauh uang memungkinkan Anda untuk menyediakan kebutuhan dasar Anda ditambah dengan ruang gerak sedikit, hal ini membuat Anda lebih bahagia, tapi begitu Anda pindah ke kelas-menengah, efeknya akan memudar. Penelitian terbaru dari masalah ini telah diumumkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences dan menemukan bahwa di luar pendapatan rumah tangga sebesar $ 75.000, uang “tidak melakukan apapun untuk kebahagiaan, kenikmatan, kesedihan, atau stres.” Kebahagian harian tidak lagi meningkat setelah tanda 75k, meskipun perasaan puas secara keseluruhan terus meningkat dengan penghasilan. Sebuah jajak pendapat global Gallup menemukan hasil yang serupa; kekayaan berkorelasi dengan kepuasan hidup tapi bukan pengalaman perasaan positif seseorang dari hari ke hari.

Bahwa kepuasan hidup dan bukannya kebahagiaan harian meningkat dengan kekayaan menunjukkan kenyataan bahwa kekayaan relatif kita terhadap orang lain adalah lebih penting daripada jumlah absolut dari penghasilan kita. Kita memperoleh kepuasan dari perasaan lebih tinggi dalam urutan kekuasaan masyarakat. Tidak peduli di mana tingkat pendapatan mereka berada-kaya atau miskin-masyarakat selalu berpikir membuat 20% akan meningkatkan kebahagiaan mereka. Itulah sebabnya meskipun standar hidup telah meningkat selama beberapa dekade, masyarakat tidak menjadi lebih bahagia.

Jadi ada sedikit kebenaran pada gagasan bahwa uang membeli kebahagiaan. Tapi ada juga kebenaran dalam gurauan bahwa orang yang berpikir demikian tidak berbelanja di tempat yang tepat. Yang membawa kita ke:

Kepemilikan Materi

Jumlah uang yang Anda buat hanya sepenggal bagian dalam cerita, bagaimana Anda menghabiskan uang juga membuat perbedaan yang besar.

Konsumsi mencolok-membeli rumah yang lebih besar, mobil mewah, dan karya desainer-tidak berkorelasi dengan kebahagiaan yang lebih besar karena sesuatu yang disebut “treadmill hedonis,” Anda sangat cepat beradaptasi dengan hal-hal baru dan perlu untuk membeli lebih banyak barang lagi untuk merasakan hal yang sama. Sebuah mobil baru memberikan Anda perasaan bahagia setiap kali Anda mengendarainya selama beberapa minggu pertama, setahun kemudian itu hanya modus transportasi sehari-hari Anda. Dan kebahagiaan Anda dengan barang-barang materi sangat tergantung pada barang-barang orang lain. Anda sangat gembira dengan televisi baru layar datar Anda sampai tetangga Anda menunjukkan 3-D set-up mereka.

Tetapi orang yang melakukan “belanja prososial” menggunakan uang mereka untuk membeli sesuatu untuk orang lain dan untuk disumbangkan ke amal bukannya melakukan hal-hal untuk diri mereka sendiri mengalami kenaikan yg konstan dalam kebahagiaan mereka. Tapi batin manusia gua kita melawan kesimpulan ini, manusia secara alami ingin menampilkan status mereka kepada anggota lain dalam suku dengan cara mencolok.

Cara lain untuk mendapatkan lebih banyak kebahagiaan adalah dengan menggunakan uang Anda untuk membeli pengalaman dibanding barang. Pengeluaran uang Anda pada liburan, makanan, film, dan konser meningkatkan kebahagiaan Anda lebih dari belanja pada barang-barang materi. Pengalaman memperkuat salah satu kontributor terbesar bagi kebahagiaan-hubunga sosial kita. Aktivitas memberikan kita kesempatan untuk menghabiskan waktu dengan orang lain, menciptakan kenangan bersama yang bisa kita lihat kembali bersama nanti, dan kita bisa bagikan kepada orang yang tidak ada di sana. Dan pengalaman kurang tunduk pada pengaruh hedonic treadmill; ingatan kita sebenarnya bisa lebih baik seiring dengan waktu. Kita lupa tentang hal-hal negatif yang terjadi pada perjalanan kita dan hanya ingat betapa senangnya waktu itu.

Pulang-Pergi Kerja

Ketika orang ditanya tentang kegiatan yang membuat mereka bahagia, seks berada di puncak daftar dan perjalanan pulang-pergi kerja mendapatkan tempat paling bawah. Namun demikian, orang secara konsisten percaya bahwa memiliki rumah yang lebih murah dan lebih besar atau pekerjaan yang lebih tinggi akan membayar kompensasi bolak-balik kerja. Mereka salah. Dua ekonom Swiss yang mempelajari pengaruh pulang-pergi kerja tentang kebahagiaan menemukan bahwa faktor-faktor tersebut tidak dapat menebus penderitaan yang diciptakan oleh sebuah perjalanan panjang.

Apa alasan untuk ini? Jelas, pulang-pergi memang tidak menyenangkan. Ini mengurangi waktu Anda dengan keluarga Anda, menghabiskan uang, dan menekan Anda. Dan tidak hanya tidak menyenangkan bagi si pelaku, tapi juga mengurangi kebahagiaan pasangannya juga. Tapi yang lebih penting, sementara kondisi sukarela banyak yang tidak mempengaruhi kebahagiaan kita dalam jangka panjang karena kita mudah menyesuaikan diri, orang tidak pernah terbiasa pulang-pergi mereka karena kadang-kadang lalu lintas mengerikan dan kadang-kadang tidak. Atau seperti Harvard psikolog Daniel Gilbert katakan, “Mengemudi dalam kemacetan adalah neraka yang berbeda setiap hari.”

Seorang pria harus menghasilan 40% lebih banyak uang pekerjaan untuk mengimbangi penderitaan pulang-pergi kerja. Namun orang masih memilih rumah yang lebih besar dibanding rumah yang lebih kecil dan kesempatan untuk berjalan ke tempat kerja. Mengapa? Mereka membuat suatu “kesalahan pembobotan,” jelas penulis Yunus Leher dan psikolog Ap Dijksterhuis:
Pada catatan lain, ketika memutuskan lokasi rumah, pastikan faktor kebisingan, kondisi lain yang tidak pernah kita dapat adaptasi. Anda mungkin berpikir tinggal di rumah impian Anda akan memberikan kompensasi karena tinggal tepat di persimpangan yang sangat sibuk, tapi tapi kemungkinan besar itu tidak akan terjadi.

Pekerjaan

Mungkin tak ada faktor yang menyebabkan manusia lebih resah dibanding pekerjaannya. Seorang pria yang tidak senang dengan jabatannya akan menghabiskan banyak waktu bertanya-tanya apakah dia tidak akan bahagia di baris yang berbeda bekerja sama sekali. Tergantung bidang pekerjaan apa yang dia dia fantasikan, dia bisa jadi benar.

Kebahagiaan memang berkumpul dalam pekerjaan tertentu, terutama yang melibatkan melayani orang lain. Dalam sebuah survei tentang kebahagiaan dan kepuasan kerja, pekerjaan seperti pendeta, pemadam kebakaran, dan guru pendidikan khusus berada di puncak daftar.

Tetapi penelitian lain telah menunjukkan bahwa pekerjaan apa pun dapat memberikan kebahagiaan Anda jika memanfaatkan kekuatan sejati Anda dan memberikan empat hal:

1. menantang seseorang tanpa mengalahkan dia
2. menyediakan tujuan yang jelas
3. memberikan umpan balik yang jelas
4. memberikan rasa kontrol

Dan Anda tidak harus menunggu pekerjaan Anda untuk memberikan hal-hal ini atau harus beralih ke pekerjaan baru, Anda dapat mencari cara untuk memasukkan hal-hal ini ke dalam pekerjaan Anda.

Lokasi

Selain pekerjaan, lokasi rumah seorang pria menciptakan keresahan terdalam. Siapa yang tidak bertanya-tanya pada suatu hari yang buruk jika mereka akan hidup jauh lebih bahagia di Austin atau Portland bukan Toledo? Tapi apakah mengemasi tas Anda dan pindah membuat Anda lebih bahagia?

Ketika Profesor Richard Florida mensurvei 27.000 orang tentang pengaruh tempat pada kebahagiaan, ia menemukan lokasi “membentuk kaki ketiga dalam dalam segitiga kesejahteraan kita, bersama hubungan pribadi dan pekerjaan kita.” Bahwa lokasi menjadi satu dari tigal hal yang paling mempengaruhi kebahagiaan kita seharusnya tidak mengherankan-bagaimanapun, tempat dalam banyak hal mempengaruhi hidup kita: apa pekerjaan yang tersedia, orang yg akan berhubungan dengan kita, seberapa stres atau santai kita, kesehatan kita, hobi apa yang kita dapat kejar dan seterusnya.

Umur

Anda akan lebih bahagia jika Anda bisa kembali ke hari kuliah Anda, kembali ke 20-an Anda? Salah. Kebahagiaan berada di puncak pada usia 18 tetapi kemudian ia pergi menuruni bukit sampai …. Usia 50. Ternyata menjadi paruh baya bukanlah penguburan hidup-hidup seperti yang Anda pikirkan. Bahkan kebanyakan orang lebih bahagia di usia 85 dari usia 18. Dan bukan karena anak-anak telah pergi dan Anda memiliki lebih banyak waktu untuk bermain golf. Kebahagiaan yang dilaporkan oleh orang tua dan paruh baya itu tidak didasarkan pada anak, jenis kelamin, status perkawinan, atau pekerjaan. Untuk alasan yang peneliti belum mengerti benar, otak Anda mulai merasa lebih baik saat Anda semakin beruban. Jadi Anda dapat berhenti mencari mesin waktu di internet dan berharap untuk menukar sepatu Anda dengan sepatu ortopedi.

Hubungan

“Sebuah ideologi kebebasan pribadi ekstrim bisa berbahaya karena mendorong orang untuk meninggalkan rumah, pekerjaan, kota, dan perkawinan dalam mencari pemenuhan pribadi dan profesional, sehingga melanggar hubungan yang mungkin harapan terbaik mereka bagi pemenuhan tersebut.” Hipotesis Kebahagiaan

Manusia adalah makhluk sosial, ini disuntikkan ke kita melalui evolusi. Tanpa kebutuhan terhadap hubungan sosial ini kita tidak akan bersatu untuk bertahan terhadap bahaya dalam kehidupan prasejarah. Jadi, diasingkan dari suku adalah hukuman yang lebih buruk daripada kematian.

Jadi, tidak mengherankan bahwa faktor yang paling konsisten dalam kebahagiaan adalah kekuatan dan luasnya jaringan sosial kita. Apakah kita introvert atau ekstrovert, menghabiskan waktu dengan orang lain sangat meningkatkan kesejahteraan kita. Hubungan kita memberi kita rasa memiliki, identitas, keamanan, dukungan, dan kesenangan. Berbagai studi telah menemukan bahwa memiliki hubungan yang kuat dan positif dengan keluarga, pasangan, anak-anak, dan teman-teman memberikan anugerah terbesar untuk kebahagiaan kita.

Mungkin ada serigala penyendiri yang dapat hidup di padang gurun Alaska selama puluhan tahun dan bahagia, tetapi untuk sebagian besar dari kita, kita tidak pernah bisa terbiasa dengan isolasi dan kesepian.

Seks

Jadi bagaimana dengan seks? Banyak orang telah merasa bahwa jika ia hanya memiliki lebih banyak seks dengan lebih banyak perempuan ia akan jauh lebih bahagia. Benar? Ya untuk yang pertama dan tidak untuk yang kedua. Memiliki lebih banyak seks memang membuat Anda lebih bahagia. Seberapa lebih bahagia? Bahkan berhubungan seks kurang dari sekali sebulan untuk paling tidak sekali seminggu setara dengan menambahkan $ 50.000 untuk penghasilan Anda. Setelah Anda melakukan seminggu sekali selama beberapa saat, pengaruh frekuensi seks pada kebahagiaan Anda berkurang.

Berapa jumlah pasangan seksual setahun yang memaksimalkan kebahagiaan seseorang? 100? 25? Satu. Rupanya monogami sangat seksi.

Kesimpulan

Jadi untuk meringkas, hal-hal yang berkorelasi dengan kebahagiaan meliputi:

* Minimal penghasilan $ 75.000
* Uang belanja pada orang lain dan amal
* Pengeluaran uang pada pengalaman lebih dari barang-barang
material
* Tinggal dekat dengan pekerjaan Anda
* Menjadi lebih tua
* Memiliki pekerjaan yang memuaskan
* Ikatan sosial yang kuat
* Seks yang rutin dan monogami

Jadi Anda mungkin akan membuang-buang waktu:

* Mencoba untuk menjadi sangat kaya
* Berharap Anda kembali di usia 20-an Anda
* Membeli sekelompok sampah
* Bertahan pulang-pergi kerja yang jauh untuk pekerjaan Anda
sehingga Anda dapat memiliki rumah yang lebih besar
* Menjadi penyendiri
* Selibat yang terpaksa

Pada akhirnya meskipun, kebahagiaan benar-benar datang melalui sikap dan mengambil kesenangan dalam hal-hal kecil dalam hidup. Saya mengenal orang-orang yang melakukan pekerjaan jelek di kota-kota menyedihkan dan masih menjalani kehidupan bahagia. Mereka belajar untuk menikmati bahkan hal terkecil dalam kesenangan hidup. Sebuah buku yang bagus, makanan lezat, dan keindahan dan penyegaran dari luar. Alih-alih berfokus pada apa yang mereka tidak miliki, orang-orang berfokus pada semua hal yang mereka miliki. Mereka memupuk sikap syukur. Dan sebenarnya, ada sebuah penelitian yang membuktikan kebenaran dari kebijaksanaan kuno ini juga.

diterjemahkan dari “Where Is the Grass Greener? The Economics of Happiness” [http://artofmanliness.com/2010/09/27/where-is-the-grass-greener-the-economics-of-happiness/]

5 Langkah Mudah Melupakan Kekalahan

•09/10/2009 • Leave a Comment

Kata Charil Anwar, “hidup hanya menunda kekalahan”. Bukan saja bagian dari hidup, kekalahan adalah akhir pasti dari segala jenis usaha yang kalian akan dan sudah lakukan dalam hidup. Jadi, berhenti bermimpi keadaan akan menjadi lebih baik dan berhenti melihat Mario Teguh.

Ya, hidup memang menyebalkan, seperti segala jenis permainan yang sudah jelas hasilnya. Yang lebih menyebalkan adalah melewati kekalahan dengan menyebalkan. Berikut adalah 5 langkah melewati kekalahan dengan menyenangkan. Paling tidak sebelum datang kekalahan yang selanjutnya.

1. Mabuk. Ini cara untuk merasa lebih baik yang sudah teruji ribuan tahun perang dan damai.   Biasanya ini akan membawamu tanpa usaha khusus ke langkah kedua, yaitu

Happy And Sad

2. Mesum. Lebih dari mabuk, cara ini sudah teruji jutaan tahun lamanya. Mungkin sejak Adam menemukan jika kelebihan daging di bawah itu mempunyai manfaat lain di luar pipis. Seperti halnya mabuk, ini biasanya membuatmu tak peduli apapun untuk beberapa waktu (tergantung kejantanan kalian), termasuk kekalahan. Dan seperti halnya mabuk, ini akan membawamu dengan sendirinya ke langkah selanjutnya:

3. Tidur. Peringatan pemerintah: tidur dapat melenyapkan kekalahan dari otak KECUALI, karena nasib buruk, kalian bermimpi kalah. Seperti halnya mabuk dan mesum, ini akan membawamu ke langkah selanjutnya dengan pasti KECUALI, karena nasib buruk atau angin duduk, kalian memilih menghadap Yang Maha Kuasa.

4. Bangun. Berbeda dengan langkah-langkah sebelumnya, ini tidak akan mengalihkan apalagi melenyapkan kekalahan dari benak kalian. Kalian akan merasakan kekalahan kalian dengan penuh dan bahkan merasa lebih kalah lagi. Tapi, jangan khawatir, sebab ini adalah alasan yang kuat bagi kalian untuk…

5. Mabuk. Lagi.

Selamat mencoba…pecundang.

Lima Cara Jitu Menjauhi Pernikahan bagi Pria

•22/09/2009 • Leave a Comment

1.  Selalu senangkan pasanganmu. Berbeda dari pandangan umum, perempuan selalu membenci pria baik-baik. Ingat bagaimana kekasihmu di masa SMA meninggalkanmu, yang sudah setia menunggunya sampai selesai les, dan memilih pulang bersama preman sekolah?

2. Pilih kendaraan umum. Perempuan selalu merindukan petualangan romantik, baik di atas Jaguar maupun Supra Fit. Naik angkot atau KRL  jelas tidak romantik, kecuali kamu lahir dan besar di Lembah Baliem.  Mengikuti trayek jauh dari makna petualangan yang sejati.

3.  Berhenti bekerja atau memilih untuk tidak bekerja. Ini membantu calon pasanganmu untuk selalu ragu melangkah lebih jauh.

4.  Bekerja di tempat yang selalu memberimu pilihan baru atau lebih baik. Hal ini menjelaskan kenapa dosen dan sutradara kebanyakan telat menikah. Selalu ada yang lebih baik di semester atau audisi baru.

5.  Memasang internet di rumah atau sering-sering ke Warnet. Pada akhirnya, tak ada yang lebih cantik dari Asia Carrera dan Maria Ozawa…